Mungkin beberapa dari temen-temen disini sudah pernah membaca ini di akun Wattpad saya. Cuma entah kenapa saya mulai enggan untuk menulis di sana dan memutuskan untuk membawa translasi novel terkenal ini. Tanpa panjang lebar, saya akan jelaskan sedikit mengenai buku sastra klasik Jepang ini.
Ningen Shikkaku (dalam arti harfiah bahasa Indonesia, Manusia Gagal), sebuah novel besar karya penulis kenamaan Jepang Osamu Dazai yang menceritakan seorang lelaki yang merasa gagal menjadi manusia dan menganggap hidupnya adalah sesuatu rasa malu yang besar, bernama Yozo Oba. Buku ini menjelaskan bagaimana ia bisa menganggap dirinya adalah sebuah kegagalan besar dengan segala kesuraman penjelasan cerita khas Osamu Dazai. Novel ini sendiri merupakan salah satu karya literatur Jepang yang berpengaruh dalam pergerakan sastra Jepang secara keseluruhan dan sudah berulang-ulang kali dicetak ulang di Jepang dengan peminatnya yang secara mengejutkan merupakan remaja dan kalangan muda.
Saya kemudian tertarik membaca dan menerjemahkan novel ini karena seringkali saya lihat dan saksikan bagaimana karya Dazai memiliki pengaruh yang amat sangat besar dalam budaya pop Jepang saat ini. Tidak jarang dalam karya-karya populer Jepang saat ini, yang tidak hanya menceritakan kebahagiaan hidup namun juga menceritakan betapa sulit dan suramnya hal yang harus kita alami dalam hidup, mereferensi karya-karya atau kata-kata Dazai. Seperti "My Teen Romatic Comedy SNAFU" sebuah Novel Ringan yang diangkat menjadi manga dan anime karya Wataru Watari, dan "Date ~Koi to wa Donna Mono Kashira~" sebuah drama yang memenangkan penghargaan drama Television Drama Academy Awards Jepang pada musim semi 2015, dimana tokoh Hachiman Hikigaya dan Takumi Taniguchi sedikit banyak merefleksikan tokoh Yozo Oba dalam novel ini, dan tidak jarang nama Dazai disebut dalam dua hasil budaya pop tersebut.
Pada akhirnya, semoga hasil terjemahan ini bisa memuaskan hasrat membaca teman-teman semua yang menggiati karya literatur atau pop Jepang, maupun yang asing dengannya sama sekali.
Ningen Shikkaku (dalam arti harfiah bahasa Indonesia, Manusia Gagal), sebuah novel besar karya penulis kenamaan Jepang Osamu Dazai yang menceritakan seorang lelaki yang merasa gagal menjadi manusia dan menganggap hidupnya adalah sesuatu rasa malu yang besar, bernama Yozo Oba. Buku ini menjelaskan bagaimana ia bisa menganggap dirinya adalah sebuah kegagalan besar dengan segala kesuraman penjelasan cerita khas Osamu Dazai. Novel ini sendiri merupakan salah satu karya literatur Jepang yang berpengaruh dalam pergerakan sastra Jepang secara keseluruhan dan sudah berulang-ulang kali dicetak ulang di Jepang dengan peminatnya yang secara mengejutkan merupakan remaja dan kalangan muda.
Saya kemudian tertarik membaca dan menerjemahkan novel ini karena seringkali saya lihat dan saksikan bagaimana karya Dazai memiliki pengaruh yang amat sangat besar dalam budaya pop Jepang saat ini. Tidak jarang dalam karya-karya populer Jepang saat ini, yang tidak hanya menceritakan kebahagiaan hidup namun juga menceritakan betapa sulit dan suramnya hal yang harus kita alami dalam hidup, mereferensi karya-karya atau kata-kata Dazai. Seperti "My Teen Romatic Comedy SNAFU" sebuah Novel Ringan yang diangkat menjadi manga dan anime karya Wataru Watari, dan "Date ~Koi to wa Donna Mono Kashira~" sebuah drama yang memenangkan penghargaan drama Television Drama Academy Awards Jepang pada musim semi 2015, dimana tokoh Hachiman Hikigaya dan Takumi Taniguchi sedikit banyak merefleksikan tokoh Yozo Oba dalam novel ini, dan tidak jarang nama Dazai disebut dalam dua hasil budaya pop tersebut.
Pada akhirnya, semoga hasil terjemahan ini bisa memuaskan hasrat membaca teman-teman semua yang menggiati karya literatur atau pop Jepang, maupun yang asing dengannya sama sekali.
***
Prolog
Aku
melihat tiga gambar dari seorang lelaki.
Gambar
pertama, sebuah foto masa kanak-kanak mungkin kau bisa menyebutnya,
memperlihatkan lelaki tersebut ketika ia berusia 10 tahun, seorang anak
laki-laki dikelilingi wanita-wanita dewasa (saudari-saudarinya, tidak salah
lagi). Dia berdiri dengan celana panjang yang berkilau diujung kolam taman.
Kepalanya terarah dalam sudut 30 derajat ke kiri, dan giginya terlihat dalam
sebuah senyum yang buruk. Buruk? Anda juga mungkin mempertanyakan kata
tersebut, untuk orang-orang yang tidak sensitif (yang mengatakan, bahwa tidak
ada perbedaan diantara keindahan dan kejelekkan) akan secara otomatis
berkomentar dengan ekspresi yang tidak kuat dan bodoh, “Tampannya anak kecil
ini!” Memang agak benar bahwa apa yang secara umum melampaui “ketampanan”
adalah sesuatu yang ada pada wajah anak ini untuk memberikan arti yang kecil
kepada sanjungan tersebut. Tapi, kupikir ketika orang dengan pengetahuan
keindahan yang mapan akan mengatakan, dengan gestur seperti seseorang yang baru
saja menyingkirkan serangga dari pundaknya, “Betapa mengerikannya anak ini!”
Tentu
saja, semakin kau mengamati senyum dari anak ini semakin sulit kau
menggambarkannya. Ketakutan yang tidak terjelaskan akan menghantuimu. Kau akan
melihat bahwa itu bukanlah senyum sama sekali. Anak ini tidak berniat untuk
menunjukkan sebuah senyuman. Lihatlah kepalan tangan yang sangat kuat itu jika
kau inginkan bukti. Tidak ada manusia yang bisa tersenyum dengan mengepalkan
tangannya erat. Ia adalah seekor kera. Seekor kera yang sedang meringis. Senyum
itu tidak lebih dari sebuah kerutan dari
keburukan. Foto itu menghasilkan sebuah ekspresi kegilaan, dan dengan saat
bersamaan tidak begitu terjelaskan dan bahkan bisa membuatmu muak, sehingga
membuatmu mengatakan “Betapa jelek dan tersembunyinya anak ini!”. Aku tidak
pernah melihat seorang anak kecil dengan ekspresi yang tidak jelas seperti ini.
Wajah yang tergambar di foto kedua mungkin di awal akan
terasa berbeda dengan yang pertama. Di foto ini dia sudah menjadi seorang
siswa, meskipun tidak tergambar jelas apakah ketika ia siswa SMA atau
mahasiswa. Selain itu, dia sekarang menjadi lelaki yang luar biasa tampan.
Tapi, pada gambar ini pula wajahnya kembali gagal menggambarkan ekspresi yang
dimiliki seorang manusia. Ia mengenakan seragam siswa dengan saputangan putih
yang mengintip dari kantung bajunya. Dia duduk di atas sebuah kursi rotan
dengan kakinya yang menyilang. Lagi-lagi ia tersenyum, tapi kali ini bukan
senyum kera keriput yang meringis namun senyum kecil seorang yang cerdik. Dan
entah mengapa senyum ini masih terlihat sebagai sebuah senyuman yang hadir dari
seorang manusia: senyum itu sama sekali kehilangan substansi dari apa yang kita
sebut sebagai “berat dari darah” atau mungkin “kesolidan dari hidup manusia” –
senyum itu bahkan tidak memiliki berat dari seekor burung. Itu hanya sebuah
kertas kosong, seenteng bulu, dan tersenyum. Foto ini menggambarkan, secara
singkat, apa yang disebut sensasi dari kepalsuan. Tuntutan, ketidaktulusan,
kebodohan – tidak ada satupun dari kata-kata ini yang dapat menjelaskannya. Dan
tentu saja kau tidak bisa menyebutnya sebagai persolekan. Faktanya, jika kau
melihatnya secara seksama kau akan mulai merasakan ada sesuatu yang secara aneh
tidak mengenakkan mengenai lelaki muda yang tampan ini. Aku tidak pernah
melihat seorang pemuda yang tampan begitu mengherankan seperti ini.
Foto terakhir adalah yang paling menakutkan dari
semuanya. Sangat sulit untuk mengira berapa usianya dalam foto ini, meskipun
rambutnya sudah terlihat memutih. Foto ini diambil dari sebuah ruangan yang
luar biasa kotornya (kau bisa dengan mudahnya melihat dari tembonknya yang
runtuh di tiga tempat). Tangannya berada di depan. Kali ini dia tidak
tersenyum. Tidak ada ekspresi apapun. Foto ini jelas sekali membuat merinding,
sebuah kualitas akan ketakutan, dimana foto ini memperlihatkan ia yang sekarat
ketika ia duduk di depan kamera, tangannya berada diatas sebuah penghangat. Itu
bukan satu-satunya hal yang mengejutkan dari foto itu. Kepalanya terlihat cukup
besar, dan kau bisa memperhatikannya dengan jelas: keningnya yang besar,
bintik-bintik yang ada diatasnya, alisnya yang juga besar, matanya, hidungnya,
mulutnya, dan dagunya... wajahnya tidak sama sekali tanpa ekspresi, wajah itu
bahkan gagal untuk menciptakan ingatan. Dia tidak miliki individualitas. Aku
hanya cukup menutup matakun untuk melupakan wajahnya. Aku hanya bisa ingat
temboknya, penghangat kecil, tapi semua ekspresi yang ada di wajah yang
seharusnya menjadi figur utama menghilang; aku tidak dapat mengingat kembali
satupun tentangnya. Wajah ini tidak akan bisa menjadi gambaran dari lukisan,
bahkan komik sekalipun. Kubuka mataku. Aku bahkan tidak memiliki keinginan
untuk mengingatnya lagi: tentu saja, itulah tipe wajah yang kumaksud! Untuk
mengatakannya dalam perkataan yang lebih gamblang: ketika aku membuka mataku
dan melihat foto itu untuk kedua kalinya, tetap saja aku tidak mengingatnya. Di
samping itu, foto itu justru memberikanku kesan yang salah dan membuatku merasa
tidak nyaman, lalu akhirnya membuatku ingin mengalihkan pandanganku.
Kupikir, mungkin sebuah topeng kematian miliki ekspresi
yang lebih, dan menciptakan ingatan yang lebih membekas. Sebuah patung yang
tidak lebih dari tubuh manusia dengan kepala kuda yang ada diatasnya. Sesuatu
yang tidak tergambarkan membuat orang yang melihatnya merasa ngeri dengan
kehampaannya. Aku tidak pernah melihat wajah lelaki yang begitu tidak terstruktur.
***
Kedepannya mungkin saya akan lebih berfokus pada translasi novel atau light novel. Saya akan memfokuskan di Ningen Shikkaku ini dan sebuah light novel Korea yang berjudul The Indecent Relationship Between Four Lovers (나와 그녀와 그녀와 그녀의 건전하지 못한 관계). Semoga bisa terlaksana ya.
Aku penggila berat sama karya sastra satu ini xD
BalasHapusLanjutanya mana min?
BalasHapusDitunggu translatenya :")
BalasHapusMohon maaf saya ingin bertanya, apa Anda menerjemahkan langsung dari bahasa Jepang ke Indonesia? Jika iya, saya ingin ijin untuk menelitinya dalam penelitian penerjemahan saya
BalasHapus